Wakajati Sulsel Robert M Tacoy Selesaikan Kasus Penganiayaan di Pasar Butung Lewat Keadilan Restoratif

Wakajati Sulsel Robert M Tacoy Selesaikan Kasus Penganiayaan di Pasar Butung Lewat Keadilan Restoratif

 

KEJATI SULSEL, Makassar-- Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Robert M. Tacoy didampingi Aspidum, Rizal Syah Nyaman, Kasi Kamnegtibun Awaluddin dan Kasi Oharda Alham melakukan ekspose perkara dari Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Makassar di Pelabuhan Makassar untuk diselesaikan lewat keadilan restorative (Restoratif Justice/RJ) di Kejati Sulsel, Kamis (31/7/2025).

Ekspose perkara ini ikut dihadiri Kacabjari Pelabuhan Makassar, Ahmad Syauki, Kasubsi Pidum dan Pidsus, Andi Indra Kurniawan dan jajaran secara virtual.

Cabjari Pelabuhan Makassar mengajukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif untuk sebuah kasus tindak pidana penganiayaan. Kasus ini melibatkan tersangka Nadya Amalia Putri alias Putri binti Kahar M Dg. Ngaro (19 tahun), yang didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana terhadap korban Iryanti (33 tahun). 

Tersangka, Nadya Amalia Putri, seorang karyawan swasta , merupakan anak keenam dari enam bersaudara yang telah ditinggal ayahnya sejak kecil. Ia bekerja di Pasar Butung, Makassar, untuk membantu ibunya mencari nafkah. 

Peristiwa penganiayaan terjadi pada Senin, 21 April 2025,  di Pasar Butung, Makassar, terjadi insiden penganiayaan antara rekan kerja bernama Iryanti (korban) dan Nadya Amalia Putri alias Putri (tersangka). Peristiwa bermula saat korban melintas di depan toko tersangka dan mendengar tersangka sedang bergosip tentangnya, yang kemudian memicu ucapan menyinggung dari tersangka. Perselisihan ini dipicu oleh masalah pekerjaan sebelumnya di antara keduanya. 

Setelah korban mencoba mengabaikan dan pergi ke toilet, tersangka menghadang dan melakukan penganiayaan. Tersangka menarik rambut korban hingga jilbabnya terlepas, terjadi saling jambak, dan tersangka kemudian memukul kepala bagian belakang serta leher korban hingga terbentur tembok. Tersangka juga mencakar dan mendorong korban hingga terjatuh ke lantai, sebelum akhirnya dilerai oleh rekan kerja lainnya. Akibat perbuatan ini, korban mengalami 7 luka tertutup, termasuk luka lecet di bawah telinga kanan dan leher kanan, yang menyebabkan korban terhalang beraktivitas. 

Penghentian penuntutan melalui Restorative Justice ini didasarkan pada beberapa alasan kuat. Pertama, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bukan seorang residivis. Kedua, ancaman pidana untuk tindak pidana yang dilakukan berada di bawah 5 tahun penjara. Yang terpenting, telah tercapai perdamaian tanpa syarat antara tersangka dan korban. Kondisi korban juga telah pulih dan dapat beraktivitas kembali seperti semula. Masyarakat setempat merespons positif upaya perdamaian ini. 

Wakajati Sulsel, Robert M. Tacoy menyetujui permohonan RJ ini setelah mempertimbangkan syarat dan keadaan yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif.

“Proses perdamaian ini merupakan wujud dari semangat keadilan restoratif yang mengedepankan pemulihan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat, alih-alih semata-mata menghukum," kata Robert.

Setelah proses RJ disetujui, Wakajati Sulsel meminta jajaran Cabjari Pelabuhan Makassar untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan tersangka segera dibebaskan. 

"Saya berharap penyelesaian perkara zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik,” pesan Robert.

Dengan tercapainya kesepakatan perdamaian dan terpenuhinya seluruh syarat Restorative Justice, Kejaksaan mengambil langkah untuk menghentikan penuntutan perkara ini. Keputusan ini tidak hanya memberikan kesempatan kedua bagi tersangka untuk kembali ke masyarakat, tetapi juga memastikan pemulihan bagi korban dan menjaga harmoni sosial di lingkungan kerja mereka.
 

Bagikan tautan ini

Mendengarkan